TEMPO Interaktif, Jakarta
-Sony, seorang bocah mendadak enggan ke sekolah dan melakukan kegiatan
lainnya. Sang ibu semula khawatir anaknya sakit, namun setelah diajak
bicara rupanya Sony minder setelah diejek teman-temannya. Setelah
mencari tahu penyebabnya, ternyata penis Sony berukuran lebih mungil
dibanding teman sebayanya.
Kisah nyata ini mungkin sering terjadi
di sekitar kita. Kisah ini ditulis Dr Aditya Suryansyah SpA dari RSAB
Harapan Kita di buku Panik Saat Puber? Say No!!. Dr Aditya mengulik
cerita ini melihat banyaknya kasus ini dan kekhawatiran orang tua akan
masa depan anaknya. Pada masa pubertas, biasanya tanda-tanda sekunder
seksual dan berbagai persoalan seperti penis mungil banyak ditemui.
Di
dunia kedokteran, penis mungil dikenal dengan Mikropenis. Mikropenis
ini bisa dideteksi sedini mungkin untuk menghindari dampak lain.
Contohnya anak bisa minder, tidak percaya diri.
Dr Aditya
menjelaskan ukuran penis masing-masing berbeda ras dan umur. Ukuran
normal juga bervariasi pada setiap umur. Mikropenis ini muncul karena
ukurannya diluar variasi normal. Dia mencontohkan untuk ukuran Asia
seperti Indonesia, saat lahir ukuran penis bayi berukuran 2-3
centimeter, usia 8-10 tahun berkisar 4-5 cm dan dewasa antara 8- 10 cm.
Mikropenis ini biasanya ditemui pada anak gemuk atau obesitas atau
pada anak yang memang mempunyai ukuran penis kecil. Pada anak obesitas,
penis akan 'menghilang' karena tertutup perut yang terlalu maju atau
besar.
"Tapi sering juga memang anaknya gemuk dan penisnya kecil,"
ujar Aditya disela-sela peluncuran bukunya di Pasific Place, beberapa
waktu lalu.
Mikropenis ini bisa dideteksi sejak dini dan
dilakukan terapi hormon testosteron untuk memperpanjangnya. Terapi
mikropenis ini terbaik dilakukan sebelum anak menginjak usia pubertas.
Jika terapi ini dilakukan usia remaja atau dewasa hasilnya kurang bagus.
Penanganan terapi hormon ini tergantung kasus per kasus. Dr
Aditya mengingatkan terapi tidak boleh hanya didasarkan keinginan orang
tua tersebut. Tetapi harus sesuai masalah anak. Sebelumnya harus dilihat
penyebab mikropenis ini apakah karena ada kelainan atau tidak.
Membesarkan atau memperpanjang ukuran penis, kata Dr Aditya, tidak boleh
berlebihan dan harus dipikirkan pula efek sampingnya.
Pemberian
hormon bisa menimbulkan tanda pubertas dini. Bahkan berlebihan akan
menyebabkan tulang menutup lebih awal dan anak tidak tumbuh lagi. "Anak
bisa tumbuh lebih pendek dibandingkan potensi tinggi genetiknya.
Terapi juga tidak Sebelum menjalani terapi hormon ini, anak harus
menjalani pemeriksaan yang ketat. Apakah ada kelainan, bisa diterapi
atau tidak. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan hormon, darah, tulang dan
lainnya.
Setelah data tes hormon, darah, tulang selesai bisa
dilaksanakan terapi hingga batas yang telah ditentukan. Namun jika kasus
mikropenis ini tidak diterapi hormon, kata dia, juga tidak akan
berpengaruh banyak. " Hanya kosmetik saja," ujarnya. DIAN YULIASTUTI